negeri bertemuanya dua lautan |
Oleh: Muhaimin Iqbal
SAMPAI dekade lalu kelaparan dunia
yang parah umumnya terjadi di daerah kering seperti Afrika, tetapi kini
kelaparan dunia itu sudah memasuki Asia Tengah seperti Tajikistan dan
bahkan juga Amerika Latin seperti Peru. Akankah kelaparan parah dunia
itu sampai negeri ini? InsyaAllah tidak. Bila kita bersikap dan
bertindak benar, bahkan bisa jadi solusi pangan dunia itu datang dari
negeri ini.
Apa yang kita miliki kok bisa yakin bahwa pangan
dari negeri ini insyaAllah akan cukup dan bahkan bisa berlebih untuk
negeri lain? Jawabannya saya ambil dari diskusi saya dengan pakar
kelautan Indonesia, yang sudah belasan tahun bekerja di Jabatan Perdana
Menteri Negara Brunei Darussalam yaitu Bapak Agus S Djamil.
Dua pekan lalu saya mendapatkan kehormatan
dikunjungi beliau dan berkesempatan belajar langsung dari ahlinya ini.
Hasil diskusi tersebut saya share di situs ini agar lebih banyak orang
yang bisa melihat peluang besar itu.
Di Al-Qur’an Allah menggambarkan ada suatu tempat
yang disebut tempat bertemunya dua lautan. Dari tempat inilah keluarnya
lu’lu’u wal marjan (mutiara dan marjan) – QS 55 : 19 -22.
Tempat bertemunya dua lautan itu memang sudah
banyak kalangan mufassiriin yang berusaha menafsirkannya, dan di antara
mereka pun banyak yang merujuk tempat yang berbeda.
Ibnu Katsir misalnya menafsirkan tempat tersebut
adalah di antara Laut Persia yang condong ke timur dan Laut Rum yang
condong ke barat. Menurut Jalaluddin as-Suyuthi tempat itu adanya di
sekitar wilayah Suriah dan Pelestina. Sayyid Quthb lain lagi
pendapatnya, menurut beliau tempat itu adalah Laut Murrah (pahit) dan
Danau Timsah (buaya) atau tempat bertemu dua Teluk Aqabah dan Terusan
Suez di Laut Merah.
Mana yang benar, wa Allahu A’lam – hanya Allah Yang Maha Tahu. Karena Allah hanya memberi tahu bahwa tempat itu adalah:
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ
بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang
keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak
dilampaui oleh masing-masing.” (QS: ar rahman [55]:19-20)
Dengan menyebut bahwa di tempat tersebut dua laut
bertemu dan di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui
masing-masing, maka bisa jadi juga tempat tersebut adalah suatu tempat
yang bisa kita lihat dengan begitu jelas seperti pada gambar di samping
yaitu Indonesia.
Tempat bertemunya dua lautan tersebut yaitu Lautan
Hindia dan Lautan Pasific, sungguh suatu tempat yang sangat kaya raya.
Kekayaan laut kita ini dijelaskan lebih detil di ayat berikut:
وَأَلْقَى فِي الأَرْضِ رَوَاسِيَ أَن تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَاراً وَسُبُلاً لَّعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan
(untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan),
dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan
kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS: an Nahl [16]:14)
Indonesia yang memiliki luas daratan 1.92 km2, memiliki luas lautan
3.26 km2 atau 1.7 kali luas daratannya. Bila sesuai ayat tersebut di
atas bahwa laut adalah sumber pangan, perhiasan, energy, konstruksi,
perdagangan – maka sungguh masih sangat besar potensi yang belum digarap
itu.
Laut kita yang di peta tersebut di atas diapit oleh
dua lautan besar membuat laut kita sangat kaya dengan biodiversity – ke
aneka ragaman hayati. Yang disebut lahm dalam ayat tersebut umumnya
diterjemahkan sebagai daging yang segar (ikan), namun bisa juga berbagai
hasil laut yang menjadi sumber pangan yang tiada batas.
Krisis pangan yang saya singgung di awal tulisan ini antara lain
disebabkan oleh orientasi sumber pangan utama penduduk bumi saat ini
baru pada sumber pangan dari daratan. Sedangkan luas permukaan bumi 75
%-nya lautan dan hanya sekitar 25 % daratan. Yang 25 % inipun disesaki
dengan penduduk bumi yang terus bertambah – lantas dari mana sumber
pangan nantinya ? Ya dari laut-lah salah satu sumber itu.Negeri ini yang
hidup di antara dua lautan, dan kita memiliki lautan yang sangat kaya
yang luasnya 1.7 kali luas daratan kita – maka sudah sepantasnya lah
bila kita menjadi pelopor bagi bangsa-bangsa di dunia dalam mengolah
lautan itu.
Dengan niat untuk menjadikan bangsa ini bangsa yang
pandai mensyukuri nikmat seperti yang juga diarahkan dalam ayat
tersebut di atas, tamu yang saya perkenalkan dalam tulisan ini Bapak
Agus S Djamil insyaAllah akan membuat pesantren yang bisa jadi yang
pertama adanya di dunia yaitu Pesantren Kelautan. Semoga bisa segera
terealisir.
Dengan negeri yang begitu kaya, negeri yang menjadi
tempat bertemuanya dua lautan – maka seharusnya kita berperan utama
memberi solusi pada masalah-masalah yang dihadapi dunia. Kita adalah
bagian utama dari solusi itu, bukan bagian dari masalahnya. InsyaAllah.*
Penulis adalah Direktur Gerai Dinar,
Sumber: hidayatullah.com
Post a Comment